BAB
I
PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah
Suatu ekosistem
selalu melakukan hubungan interaksi satu sama lain baik bersifat intraspesifik
dan interspesifik. Mekanisme ini dilakukan suatu tanaman untuk memperoleh bahan
kehidupannya berupa unsur hara yang terdapat di tanah maupun udara, air dan
sinar matahari serta ruangan untuk tumbuh dan berkembang. Mekanisme pertahanan
diri ini sering merangsang tanaman untuk melakukan suatu metabolisme sekunder
yang produknya biasa diendapkan dalam tubuh organ tumbuhan tersebut maupun
dieksudat keluar untuk menolak kompetitor lainnya (Wijayanti,2008).
Mekanisme-mekanisme
kompetisi individu dapat dipandang dari dua kategori. Mekanisme-makanisme
intrinsik berperan dalam organisasi untuk meningkatkan kesempatan-kesempatan
untuk bertahan hidup dan berkembang baik. Mekanisme-mekanisme ekstrinsik
berasal dari aktivitas individu dan berperan dalam mengurangi kemampuan
kompetisi individu-individu lain. Dikotomi tersebut tidaklah sempurna, tetapi
membedakan cara-cara kompetisi secara efektif (Naughton,1992).
Tumbuhan juga
dapat bersaing antar sesamanya secara interaksi biokimiawi, yaitu salah satu
tumbuhan mengeluarkan senyawa beracun ke lingkungan sekitarnya dan dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan yang ada di dekatnya. Interaksi antara
biokimiawi antara gulma dan pertanaman antara lain menyebabkan gangguan
perkecambahan biji, kecambah biji jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar
terhambat, perubahan susunan sel akar dan lain sebagainya. Beberapa spesies
gulma menyaingi pertanaman dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya
atau dari pembusukan bagian vegetatifnya. Persaingan yang timbul akibat
dikeluarkannya zat yang meracuni tumbuhan lain disebut allelopati dan zat
kimianya disebut allelopat. Umumnya senyawa yang dikeluarkan adalah dari
golongan fenol (fp.uns.ac.id).
Alelopati
merupakan sebuah peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat
kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing
dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh Molisch pada tahun
1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat
tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya.
Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya
suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan.
Allelopati
memberi pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, untuk itu pada
praktikum kali ini dilakukan pengamatan mengenai allelopati tumbuhan
alang-alang terhadap pertumbuhan dan pekecambahan tanaman terong.
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimanakah pengaruh
allelopati daun alang-alang terhadap perkecambahan biji terong?
C.
Tujuan
Tujuan dari praktikum
ini adalah untuk mempelajari pengaruh allelopati daun alang-alang terhadap perkecambahan
biji tanaman terong.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Allelopati
Alelopati
merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup
yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia. Pendapat lain
mengungkapkan bahwa alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu
tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis
yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini diartikan
sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap
perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa
kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan (Indriyanto, 1999 dalam Manurung, 2011).
Alelopati
adalah produksi substansi (zat) oleh suatu tanaman yang merugikan tanaman lain
atau bagi mikroba. Banyak peneliti menemukan substansi penghambat dalam
tanaman. Dari seluruh batangnya tanaman mengeluarkan zat kimia yang sangat
menakjubkan, gula dan senyawa bau dari bunga terpenoid dan leachate yang mudah
larut dari daun dan sangat banyak berasal dari akar. Pengaruh alelopati
merupakan suatu fenomena normal, tetapi pengaruhnya umumnya kecil (A.H. Fitter
dan R.K.M. Hay, 1991 dalam Bima, 2010).
Peristiwa
alelopati ialah peristiwa adanya pengaruh jelek dari zat kimia (alelopat) yang
dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan lain jenis yang
tumbuh di sekitarnya. Tumbuhan jenis lain yang tumbuh sebagai tetangga menjadi
kalah. Kekalahan tersebut karena menyerap zat kimiawi yang beracun yang berupa
produk sekunder dari tanaman pertama. Zat kimiawi yang bersifat beracun itu
dapat berupa gas atau zat cair yang dapat keluar dari akar, batang maupun daun.
Hambatan
pertumbuhan akibat adanya alelopat dalam peristiwa alelopati, misalnya hambatan
pada pembelahan sel, pengambilan mineral, respirasi, penutupan stomata,
sintesis protein, dan lain-lain. Zat-zat tersebut keluar dari bagian atas tanah
berupa gas, atau eksudat yang turun kembali ke tanah dan eksudat dari akar.
Jenis zat yang dikeluarkan pada umumnya
berasal dari golongan fenolat,terpenoid, dan alkaloid. Substansi yang
aktif bertindak dalam peristiwa alelopati diistilahkan pula dengan fisotoksis
dari pelapukan sisa tanaman. Bahan kimia yang dihasilkan tanaman dan merugikan
tanaman lain adalah secara potensial bersifat ototoksis. Ototoksis sebagai
penghambat tumbuhan tersebut penghasil substansi alelokemik tersebut menunjukkan
adanya pengaruh intraspesifik (Bima, 2010).
Dalam
peristiwa alelopati, hambatan yang terjadi berupa peristiwa biokimiawi pada
proses metabolisme pertumbuhan dengan mekanisme maupun “Mode of action” nya yang tertentu pula. Alelopat kebanyakan berada
pada jaringan tanaman, seperti daun, batang, akar, rizhoma, bunga buah maupun
biji yang dikeluarkan dengan cara, seperti penguapan, eksudasi dari akar,
pencucian dan pelapukan residu tanaman.
Akar dari
tumbuhan tertentu dapat mengeluarkan eksudat. Namun eksudat dari akar ini
kurang potensial dibanding dari daun. Batang juga mengeluarkan alelopat
meskipun tidak sebanyak daun. Nampaknya daun merupakan tempat terbesar bagi
substansi beracun yang dapat mengganggu tumbuhan tetanganya. Substansi itu pada
umumnya tercuci oleh air hujan atau embun yang terbawa ke bawah.
Jenis
substansi beracun itu, meliputi gugusan asam organik, gula, asam amino, pektat,
asam giberelat, terpenoid, alkaloid, dan fenolat. Buah juga sebagai penghasil
substansi beracun penghambat pertumbuhan. Buah yang terlampau masak dan jatuh
ke tanah kemudian terjadi pembusukan akan dapat mengeluarkan substansi beracun
dan dapat menghambat pertumbuhan di sekitar tempat itu. Dalam bunga juga
dikenal sejumlah substansi yang dapat menghambat pertumbuhan dan penurunan
hasil tanaman. Dalam biji pun dikenal sejumlah substansi penghambat pada
perkecambahan biji dan mikroorganisme (Bima, 2010). Sebagai alelopat, substansi
kimia itu terkandung dalam tubuh tumbuhan, baik tanaman maupun gulma.
Duke
menggolong-golonglan substansi tersebut seperti gas-gas beracun, asam organik
dan aldehida asam aromatik, lakton tak jenuh yang sederhana, kumarin, kinon,
flavonoida, tanin, alkaloida, terpenoida dan steroida serta lain-lain yang
belum digolongkan. Hampir semua substansi beracun itu adalah hasil sekunder
tumbuhan dan hanya sebagian yang berasal dari pelapukan yang terjadi karena
adanya enzim mikroba (Bima, 2010).
Produk dari
substansi tersebut dipengaruhi dan tergantung pada beberapa faktor, misalnyaa
pada faktor lingkungan. Cahaya ultraviolet sangat meningkatkan produksi
alelopat. Demikian pula jika terjadi defisiensi nutrisi mineral dan kekurangan
air maka asam klorogenik dari sebagian besar tumbuhan ditingkatkan dan beberapa
saja menurun (pada defisiensi Mg dan K). Demikian pula halnya dengan panas dan
dingin dapat mempengaruhi pembentukan alelopat (Bima, 2010).
Beberapa
tempat bereaksinya alelopat dalam tubuh tumbuhan, misalnya pengaruh alelopati
pada pengambilan nutrisi, hambatan pada pembelahan sel dan pertumbuhan hambatan
pada fotosintesis dan respirasi pengaruh pada sintesis protein dan aktivitas
enzim, hambatan pada pembukaan stomata dan lain-lain (Jody Soemandinir, 1988 dalam Bima, 2010).
B.
Alang-alang
Imperata cylindrica, atau
lebih dikenal dengan alang-alang merupakan gulma berdaun sempit yang tumbuh
tegak dan berumpun. Alang-alang merupakan tumbuhan pionir terutama pada lahan
yang habis terbakar, sangat toleran terhadap faktor lingkungan yang ekstrim
seperti kekeringan dan unsur hara yang miskin, namun tidak toleran terhadap
genangan dan naungan. Alang-alang dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik
hingga ketinggian 2700m diatas permukaan laut (Anonim, 2011).
Gambar 2.1.
Tumbuhan alang-alang (Imperata cylindrica).
Telah banyak
referensi yang mencatat tentang spesies yang dapat mengeluarkan alelopat.
Spesies-spesies tersebut dalam lingkungannya akan dapat menekan pertumbuhan
spesies lain yang lemah akan zat tersebut. Contoh spesies gulma yang ekstraknya
dapat berfungsi sebagai allelopati adalah alang-alang (Imperata cylindrica).
Imperata
cylindrica merupakan gulma penting di perkebunan kelapa sawit.
Apabila tidak dikendalikan, alang-alang dapat menghambat pertumbuhan kelapa
sawit secara tidak langsung melalui perebutan unsur hara dan air, terutama pada
kelapa sawit belum menghasilkan (TBM). Alang-alang juga menghasilkan senyawa
alelopati berupa senyawa fenol, asam valinik dan karbolik yang diduga dapat
menghambat pertumbuhan tanaman lain (Anonim, 2011).
Alang-alang
tumbuh berumpun, tunas batang (yang membawa bunga) tidak akan tumbuh memanjang
hingga menjelang berbunga. Bagian pangkal tunas batang terdisri dari beberaoa
ruas pendek, sedangkan tunas yang membawa bunga beruas panjang dan terdiri dari
satu sampai tiga ruas, tumbuh vertikal dan terbungkus didalam upih daun. Batang
yang membawa bunga dapat mencapai 20-230cm. Bagian batang diatas tanah berwarna
keunguan (Anonim, 2011).
Rimpang
(rizoma) tumbuh memanjang dan bercabang-cabang di tanah terutama pada kedalaman
0-20cm, namun dapat juga ditemukan hingga kedalaman 40cm. Rimpang berwarna
keputihan dengan panjang mencapai 1 meter atau lebih dan beruas-ruas. Akar
serabut tumbuh dari pangkal batang dan ruas-ruas pada rimpang (Anonim, 2011).
Helai
daun tumbuh tegak berbentuk garis-garis (lanset) yang berangsur-angsur
menyempit ke bagian pangkal. Panjang daun dapat mencapai 12-80cm dengan lebar
5-18mm. Tulang tengah daun lebar dan agak pucat. Tepi daun bergerigi halus dan
terasa kasar bila diraba (Anonim, 2011).
Pembungaannya
berbentuk malai dengan bulir bunga yang tersusun rapat, berbentuk ellips
meruncing, sangat ringan dan mempunyai rambut-rambut halus sehingga mudah
terbawa angin. Benang sari berwarna kekuningan dengan putik tunggal berwarna
keunguan. Biji I. cylindrica dapat berkecambah dalam waktu satu minggu
dan dapat bertahan hidup selama satu tahun (Anonim, 2011).
C.
Tanaman
Terong
Terong termasuk famili Solanaceae. Salah satu dari kelompok tanaman yang
menghasilkan biji (Spermatophyta), biji yang dihasilkan berkeping dua
(Dicotyledoneae). Letak biji berada didalam buah
(Angiospermae). Biji merupakan alat perkembangbiakan yang penting.
Biji tumbuh kurang lebih 10 hari setelah disemai. (Nawangsih, 1995 dalam Che,
2011).
|
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental, karena terdapat variabel kontrol, variabel
manipulasi, dan variabel respon dalam penelitian.
B. Variabel Penelitian
Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel
kontrol :jenis tumbuhan alelopati
dan jenis tanaman (terong)
2. Variabel
manipulasi :konsentrasi pemberian
alelopati.
3. Variabel
respon :perkecambahan biji,
pertumbuhan biji terong.
C.
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan
dalam percobaan ini adalah pisau/gunting, mangkok penggerus, corong, kertas
saring, gelas plastik, gelas ukur, penggaris. Bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah bagian daun tumbuhan alang-alang, biji tanaman terong,
aquades.
D.
Langkah
Kerja
1. Membuat
ekstrak daun alang-alang dengan perbandingan daun:aquades sebesar (1:7; 1:14;
1:21).
2. Menyiramkan
5 mL ekstrak allelopati alang-alang ke dalam gelas plastik yang sudah berisi
biji terong.
3. Mengamati
perkecambahan biji terong setiap hari selama 10 hari.
4. Membandingkan
perlakuan ekstrak allelopati dengan aquades sebagai kontrol.
E.
Prosedur
Kerja
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tabel 4.1 hasil pengamatan perkecambahan
biji terong (Solanum melongena L.)
dengan berbagai perlakuan ekstrak
alang-alang (Imperata cylindrica).
Perlakuan
|
Biji ke-
|
Hari ke-
|
IKP
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|||
Panjang kecambah (cm)
|
||||||||||||
Kontrol
|
1
|
×
|
×
|
0,2
|
0,7
|
1,2
|
2,0
|
3,1
|
4,5
|
5,2
|
6,5
|
11,92
|
2
|
×
|
×
|
0,3
|
0,8
|
1,1
|
1,8
|
2,9
|
3,6
|
4,8
|
5,6
|
||
3
|
×
|
×
|
0,2
|
0,7
|
1,1
|
2,0
|
2,9
|
3,5
|
4,3
|
5,4
|
||
4
|
×
|
×
|
×
|
0,5
|
0,8
|
1,7
|
2,8
|
3,9
|
4,7
|
5,6
|
||
5
|
×
|
×
|
×
|
0,3
|
0,7
|
1,5
|
2,5
|
3,6
|
4,7
|
5,9
|
||
6
|
×
|
×
|
×
|
0,4
|
0,8
|
1,5
|
2,7
|
3,9
|
4,9
|
5,6
|
||
7
|
×
|
×
|
×
|
0,4
|
0,8
|
1,6
|
2,8
|
3,4
|
4,9
|
6,0
|
||
8
|
×
|
×
|
×
|
0,2
|
0,7
|
1,4
|
2,5
|
3,1
|
4,6
|
5,8
|
||
9
|
×
|
×
|
×
|
0,3
|
0,9
|
2,0
|
2,9
|
3,9
|
4,9
|
6,0
|
||
10
|
×
|
×
|
×
|
0,3
|
0,8
|
1,4
|
2,6
|
3,2
|
4,4
|
5,3
|
||
1:7
|
1
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,3
|
0,7
|
1,2
|
2,3
|
2,9
|
3,7
|
2,45
|
2
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,2
|
1,1
|
1,9
|
2,7
|
3,6
|
||
3
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,4
|
0,6
|
1,8
|
2,8
|
||
4
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,3
|
0,7
|
2,3
|
3,2
|
||
5
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
6
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
7
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
8
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
9
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
10
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
1:14
|
1
|
×
|
×
|
×
|
0,2
|
0,8
|
1,3
|
2,0
|
2,6
|
3,3
|
4,2
|
4,73
|
2
|
×
|
×
|
×
|
0,3
|
1,0
|
1,6
|
2,3
|
3,2
|
4,1
|
5,0
|
||
3
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,2
|
1,2
|
1,9
|
2,7
|
3,6
|
4,5
|
||
4
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,2
|
0,9
|
2,0
|
2,8
|
3,6
|
4,7
|
||
5
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,4
|
1,5
|
2,0
|
3,1
|
4,3
|
5,1
|
||
6
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
7
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
8
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
9
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
10
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
1:21
|
1
|
×
|
×
|
0,3
|
1,2
|
2,0
|
2,9
|
3,8
|
4,7
|
5,9
|
6,5
|
7
|
2
|
×
|
×
|
×
|
0,4
|
1,2
|
2,0
|
3,1
|
4,0
|
4,8
|
5,7
|
||
3
|
×
|
×
|
×
|
0,5
|
0,9
|
1,8
|
2,7
|
3,9
|
4,7
|
5,8
|
||
4
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,4
|
1,2
|
2,0
|
3,3
|
4,4
|
5,5
|
||
5
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,3
|
1,0
|
2,2
|
3,1
|
4,0
|
5,1
|
||
6
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,4
|
1,3
|
2,1
|
3,2
|
4,3
|
5,2
|
||
7
|
×
|
×
|
×
|
×
|
0,4
|
1,0
|
2,7
|
3,8
|
4,9
|
6,0
|
||
8
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
9
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
||
10
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
×
|
B.
Analisis
Analisis
data dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kelompok kontrol memiliki pertumbuhan
kecambah yang lebih cepat dan biji dapat berkecambah seluruhnya dalam waktu
yang telah ditentukan yaitu 10 hari. Pada kelompok kontrol, biji terong mulai
berkecambah pada hari ke-3 sebanyak 3 biji dengan rata-rata panjang 0,23 cm.
Pada hari ke-4 hingga hari ke-10, semua biji terong telah mengalami
perkecambahan dengan rata-rata panjang 0,46; 0,89; 1,69; 2,77; 3,66; 4,74; 5,77
cm secara berurutan. Nilai IKP pada kelompok kontrol sebesar 11,92.
Kelompok
perlakuan dengan perbandingan 1:7 sangat berpengaruh dalam perkecambahan biji
terong. Biji terong hanya mampu berkecambah sebanyak 4 biji selama 10 hari.
Biji terong mulai berkecambah pada hari ke-5 sebanyak 1 biji dengan panjang 0,3
cm. Pada hari ke-6 terdapat 1 biji lagi yang berkecambah dengan panjang 0,2 cm.
Pada hari ke-7 hingga hari ke-10, hanya 4 biji yang dapat berkecambah denga
rata-erata panjang 0,75; 1,38; 2,43; dan 3,33 cm secara berurutan. Nilaia IKP
pada kelompok perlakuan 1:7 sebesar 2,45.
Pada
perlakuan 1:14, biiji terong mulai berkecambah pada hari ke-4 sebanyak 2 biji
denganrata-rata panjang 0,25 cm. Pada hari ke-5 perkecambahan biji terong
bertambah menjadi 5 biji dengan rata-rata 0,52 cm. Pada hari ke-6 hingga hari
ke-10 biji yang berkecambah tetap 5 biji dengan pertambahan rata-rata panjang
sebesar 1,3; 2,04; 2,88; 3,78; 4,7 cm dengan nilai IKP sebesar 4,73.
Kelompok
perlakuan 1:21 mengalami perkecambahan biji sebanyak 7 selama 10 hari. Biji
mulai berkecambah pada hari ke-3 dengan rata-rata panjang 0,3 cm. Pada hari
ke-4 biji yang berkecambah menjadi 3 biji dengan rata-rata panjang 0,7 cm.
Selama 10 hari, biji terong mampu berkecambah sebanyak 7 biji dengan rata-rata
pertambahan panjang sebesar 0,8; 1,6; 2,65; 3,71; 4,7; dan 5,68 cm. Nilai IKP
pada perlakuan 1:21 sebesar 7.
C.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil dan analisis data pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa Allelopati yang
berasal dari alang-alang berpengaruh
terhadap perkecambahan terong. Allelopati yang dihasilkan dari ekstrak tersebut
sangat berpengaruh pada perkecambahan. Hal ini sesuai dengan Indriyanto (1999),
yang menyatakan bahwa alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu
tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis
yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini diartikan
sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap
perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa
kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan.
Dari
pengamatan terhadap percobaan, diketahui bahwa bagian daun alang-alang (Imperata
cylindrica) terkandung senyawa kimia yang bersifat menghambat pertumbuhan
(allelopati) dari perkecambahan biji terong (Solanum melongena). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Suryanto (2007), yang menyatakan bahwa sebagai allelopat,
substansi kimiawi itu terkandung dalam tubuh tumbuhan, baik tanaman maupun
gulma. Bertindaknya allelopat tersebut setelah tumbuhan atau bagian tumbuhan
mengalami pelapukan, pembusukan, pencucian ataupun setelah dikeluarkan berupa
eksudat maupun penguapan.
Pada
percobaan praktikum ini, dapat dilihat bahwa allelopat dari ekstrak alang-alang
berpengaruh pada perkecambahan terong. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai
IKP pada masing-masing kelompok, di mana kelompok kontrol (aquades) memiliki
nilai IKP yang lebih besar dari pada kelompok perlakuan 1:7, 1:14 dan 1:21
secara berurutan.
Pada objek
pengamatan ini, dapat diamati pada tempat percobaan yang diberi ekstrak
alang-alang dengan perbandingan 1:7 memiliki warna yang lebih pekat dari pada
perbandingan 1:14, 1:21 maupun kelompok kontrol.
BAB V
PENUTUP
A.
Simpulan
-
Ekstrak
allelopati alang-alang mempengaruhi perkecambahan biji terong.
-
Semakin
banyak perbandingan aquades, maka semakin banyak pula biji terong yang dapat
berkecambah.
DAFTAR PUSTAKA
Bima.
2010. Alelopati. Diakses melalui http://uli-adriani.blogspot.com/2010/04/zat-allelopati.html pada yanggal 20
november 2012.
Che.
2011. Botani Tanaman Terong (Online) http://alulagro.blogspot.com/2010/03/botani-tanaman-terong-solanum-melongena.html
Manurung,
Damaru. 2011. Pengaruh Allelopati Jenis Tumbuhan Terhadap Perkecambahan.
Makalah Ekologhi Tumbuhan: Universitas Negeri Medan.
Yuliani, dan
Rahardjo. 2012. Panduan Praktikum
Ekofisiologi. Unipress, Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar