Jumat, 10 Mei 2013

“PENGARUH ALLELOPATI DAUN ALANG-ALANG (Imperata cylindrica) TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI TERONG (Solanum melongena)”


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Rumusan Masalah
Suatu ekosistem selalu melakukan hubungan interaksi satu sama lain baik bersifat intraspesifik dan interspesifik. Mekanisme ini dilakukan suatu tanaman untuk memperoleh bahan kehidupannya berupa unsur hara yang terdapat di tanah maupun udara, air dan sinar matahari serta ruangan untuk tumbuh dan berkembang. Mekanisme pertahanan diri ini sering merangsang tanaman untuk melakukan suatu metabolisme sekunder yang produknya biasa diendapkan dalam tubuh organ tumbuhan tersebut maupun dieksudat keluar untuk menolak kompetitor lainnya (Wijayanti,2008).
Mekanisme-mekanisme kompetisi individu dapat dipandang dari dua kategori. Mekanisme-makanisme intrinsik berperan dalam organisasi untuk meningkatkan kesempatan-kesempatan untuk bertahan hidup dan berkembang baik. Mekanisme-mekanisme ekstrinsik berasal dari aktivitas individu dan berperan dalam mengurangi kemampuan kompetisi individu-individu lain. Dikotomi tersebut tidaklah sempurna, tetapi membedakan cara-cara kompetisi secara efektif (Naughton,1992).
Tumbuhan juga dapat bersaing antar sesamanya secara interaksi biokimiawi, yaitu salah satu tumbuhan mengeluarkan senyawa beracun ke lingkungan sekitarnya dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan yang ada di dekatnya. Interaksi antara biokimiawi antara gulma dan pertanaman antara lain menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah biji jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat, perubahan susunan sel akar dan lain sebagainya. Beberapa spesies gulma menyaingi pertanaman dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya atau dari pembusukan bagian vegetatifnya. Persaingan yang timbul akibat dikeluarkannya zat yang meracuni tumbuhan lain disebut allelopati dan zat kimianya disebut allelopat. Umumnya senyawa yang dikeluarkan adalah dari golongan fenol (fp.uns.ac.id).
Alelopati merupakan sebuah peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan.
Allelopati memberi pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, untuk itu pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan mengenai allelopati tumbuhan alang-alang terhadap pertumbuhan dan pekecambahan tanaman terong.
B.       Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengaruh allelopati daun alang-alang terhadap perkecambahan biji terong?
C.      Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh allelopati daun alang-alang terhadap perkecambahan biji tanaman terong.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.      Allelopati
Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia. Pendapat lain mengungkapkan bahwa alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan (Indriyanto, 1999 dalam  Manurung, 2011).
Alelopati adalah produksi substansi (zat) oleh suatu tanaman yang merugikan tanaman lain atau bagi mikroba. Banyak peneliti menemukan substansi penghambat dalam tanaman. Dari seluruh batangnya tanaman mengeluarkan zat kimia yang sangat menakjubkan, gula dan senyawa bau dari bunga terpenoid dan leachate yang mudah larut dari daun dan sangat banyak berasal dari akar. Pengaruh alelopati merupakan suatu fenomena normal, tetapi pengaruhnya umumnya kecil (A.H. Fitter dan R.K.M. Hay, 1991 dalam Bima, 2010).
Peristiwa alelopati ialah peristiwa adanya pengaruh jelek dari zat kimia (alelopat) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan lain jenis yang tumbuh di sekitarnya. Tumbuhan jenis lain yang tumbuh sebagai tetangga menjadi kalah. Kekalahan tersebut karena menyerap zat kimiawi yang beracun yang berupa produk sekunder dari tanaman pertama. Zat kimiawi yang bersifat beracun itu dapat berupa gas atau zat cair yang dapat keluar dari akar, batang maupun daun.
Hambatan pertumbuhan akibat adanya alelopat dalam peristiwa alelopati, misalnya hambatan pada pembelahan sel, pengambilan mineral, respirasi, penutupan stomata, sintesis protein, dan lain-lain. Zat-zat tersebut keluar dari bagian atas tanah berupa gas, atau eksudat yang turun kembali ke tanah dan eksudat dari akar. Jenis zat yang dikeluarkan pada umumnya  berasal dari golongan fenolat,terpenoid, dan alkaloid. Substansi yang aktif bertindak dalam peristiwa alelopati diistilahkan pula dengan fisotoksis dari pelapukan sisa tanaman. Bahan kimia yang dihasilkan tanaman dan merugikan tanaman lain adalah secara potensial bersifat ototoksis. Ototoksis sebagai penghambat tumbuhan tersebut penghasil substansi alelokemik tersebut menunjukkan adanya pengaruh intraspesifik (Bima, 2010).
Dalam peristiwa alelopati, hambatan yang terjadi berupa peristiwa biokimiawi pada proses metabolisme pertumbuhan dengan mekanisme maupun “Mode of action” nya yang tertentu pula. Alelopat kebanyakan berada pada jaringan tanaman, seperti daun, batang, akar, rizhoma, bunga buah maupun biji yang dikeluarkan dengan cara, seperti penguapan, eksudasi dari akar, pencucian dan pelapukan residu tanaman.
Akar dari tumbuhan tertentu dapat mengeluarkan eksudat. Namun eksudat dari akar ini kurang potensial dibanding dari daun. Batang juga mengeluarkan alelopat meskipun tidak sebanyak daun. Nampaknya daun merupakan tempat terbesar bagi substansi beracun yang dapat mengganggu tumbuhan tetanganya. Substansi itu pada umumnya tercuci oleh air hujan atau embun yang terbawa ke bawah.
Jenis substansi beracun itu, meliputi gugusan asam organik, gula, asam amino, pektat, asam giberelat, terpenoid, alkaloid, dan fenolat. Buah juga sebagai penghasil substansi beracun penghambat pertumbuhan. Buah yang terlampau masak dan jatuh ke tanah kemudian terjadi pembusukan akan dapat mengeluarkan substansi beracun dan dapat menghambat pertumbuhan di sekitar tempat itu. Dalam bunga juga dikenal sejumlah substansi yang dapat menghambat pertumbuhan dan penurunan hasil tanaman. Dalam biji pun dikenal sejumlah substansi penghambat pada perkecambahan biji dan mikroorganisme (Bima, 2010). Sebagai alelopat, substansi kimia itu terkandung dalam tubuh tumbuhan, baik tanaman maupun gulma.
Duke menggolong-golonglan substansi tersebut seperti gas-gas beracun, asam organik dan aldehida asam aromatik, lakton tak jenuh yang sederhana, kumarin, kinon, flavonoida, tanin, alkaloida, terpenoida dan steroida serta lain-lain yang belum digolongkan. Hampir semua substansi beracun itu adalah hasil sekunder tumbuhan dan hanya sebagian yang berasal dari pelapukan yang terjadi karena adanya enzim mikroba (Bima, 2010).
Produk dari substansi tersebut dipengaruhi dan tergantung pada beberapa faktor, misalnyaa pada faktor lingkungan. Cahaya ultraviolet sangat meningkatkan produksi alelopat. Demikian pula jika terjadi defisiensi nutrisi mineral dan kekurangan air maka asam klorogenik dari sebagian besar tumbuhan ditingkatkan dan beberapa saja menurun (pada defisiensi Mg dan K). Demikian pula halnya dengan panas dan dingin dapat mempengaruhi pembentukan alelopat (Bima, 2010).
Beberapa tempat bereaksinya alelopat dalam tubuh tumbuhan, misalnya pengaruh alelopati pada pengambilan nutrisi, hambatan pada pembelahan sel dan pertumbuhan hambatan pada fotosintesis dan respirasi pengaruh pada sintesis protein dan aktivitas enzim, hambatan pada pembukaan stomata dan lain-lain (Jody Soemandinir, 1988 dalam Bima, 2010).
B.       Alang-alang
Imperata cylindrica, atau lebih dikenal dengan alang-alang merupakan gulma berdaun sempit yang tumbuh tegak dan berumpun. Alang-alang merupakan tumbuhan pionir terutama pada lahan yang habis terbakar, sangat toleran terhadap faktor lingkungan yang ekstrim seperti kekeringan dan unsur hara yang miskin, namun tidak toleran terhadap genangan dan naungan. Alang-alang dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik hingga ketinggian 2700m diatas permukaan laut (Anonim, 2011).


Gambar 2.1. Tumbuhan alang-alang (Imperata cylindrica).

Telah banyak referensi yang mencatat tentang spesies yang dapat mengeluarkan alelopat. Spesies-spesies tersebut dalam lingkungannya akan dapat menekan pertumbuhan spesies lain yang lemah akan zat tersebut. Contoh spesies gulma yang ekstraknya dapat berfungsi sebagai allelopati adalah alang-alang (Imperata cylindrica).
Imperata cylindrica merupakan gulma penting di perkebunan kelapa sawit. Apabila tidak dikendalikan, alang-alang dapat menghambat pertumbuhan kelapa sawit secara tidak langsung melalui perebutan unsur hara dan air, terutama pada kelapa sawit belum menghasilkan (TBM). Alang-alang juga menghasilkan senyawa alelopati berupa senyawa fenol, asam valinik dan karbolik yang diduga dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain (Anonim, 2011).
Alang-alang tumbuh berumpun, tunas batang (yang membawa bunga) tidak akan tumbuh memanjang hingga menjelang berbunga. Bagian pangkal tunas batang terdisri dari beberaoa ruas pendek, sedangkan tunas yang membawa bunga beruas panjang dan terdiri dari satu sampai tiga ruas, tumbuh vertikal dan terbungkus didalam upih daun. Batang yang membawa bunga dapat mencapai 20-230cm. Bagian batang diatas tanah berwarna keunguan (Anonim, 2011).
Rimpang (rizoma) tumbuh memanjang dan bercabang-cabang di tanah terutama pada kedalaman 0-20cm, namun dapat juga ditemukan hingga kedalaman 40cm. Rimpang berwarna keputihan dengan panjang mencapai 1 meter atau lebih dan beruas-ruas. Akar serabut tumbuh dari pangkal batang dan ruas-ruas pada rimpang (Anonim, 2011).
Helai daun tumbuh tegak berbentuk garis-garis (lanset) yang berangsur-angsur menyempit ke bagian pangkal. Panjang daun dapat mencapai 12-80cm dengan lebar 5-18mm. Tulang tengah daun lebar dan agak pucat. Tepi daun bergerigi halus dan terasa kasar bila diraba (Anonim, 2011).
Pembungaannya berbentuk malai dengan bulir bunga yang tersusun rapat, berbentuk ellips meruncing, sangat ringan dan mempunyai rambut-rambut halus sehingga mudah terbawa angin. Benang sari berwarna kekuningan dengan putik tunggal berwarna keunguan. Biji I. cylindrica dapat berkecambah dalam waktu satu minggu dan dapat bertahan hidup selama satu tahun (Anonim, 2011).
C.      Tanaman Terong
Terong termasuk famili Solanaceae. Salah satu dari kelompok tanaman yang menghasilkan biji (Spermatophyta), biji yang dihasilkan berkeping dua (Dicotyledoneae). Letak biji berada didalam buah (Angiospermae). Biji merupakan alat perkembangbiakan yang penting. Biji tumbuh kurang lebih 10 hari setelah disemai. (Nawangsih, 1995 dalam Che, 2011).
Gambar 2.2 Terong (Solanum melongena)

 
Terung (Solanum melongena) merupakan tanaman semusim sampai setahun atau tahunan, termasuk dalam famili Solanaceae, berbentuk semak atau perdu, dengan tunas yang tumbuh terus di ketiak daun sehingga tanaman terlihat tegak menyebar merunduk. Terung dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanah yang cocok untuk tanaman terong adalah tanah yang subur, tidak tergenang air, dengan pH 5-6, dan drainase baik. Tanah lempung dan berpasir sangat baik untuk tanaman terung.


BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, karena terdapat variabel kontrol, variabel manipulasi, dan variabel respon dalam penelitian.
B.       Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Variabel kontrol          :jenis tumbuhan alelopati dan jenis tanaman (terong)
2.      Variabel manipulasi     :konsentrasi pemberian alelopati.
3.      Variabel respon           :perkecambahan biji, pertumbuhan biji terong.
C.      Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pisau/gunting, mangkok penggerus, corong, kertas saring, gelas plastik, gelas ukur, penggaris. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bagian daun tumbuhan alang-alang, biji tanaman terong, aquades.
D.      Langkah Kerja
1.      Membuat ekstrak daun alang-alang dengan perbandingan daun:aquades sebesar (1:7; 1:14; 1:21).
2.      Menyiramkan 5 mL ekstrak allelopati alang-alang ke dalam gelas plastik yang sudah berisi biji terong.
3.      Mengamati perkecambahan biji terong setiap hari selama 10 hari.
4.      Membandingkan perlakuan ekstrak allelopati dengan aquades sebagai kontrol.
E.       Prosedur Kerja
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil
Tabel 4.1 hasil pengamatan perkecambahan biji terong (Solanum melongena L.) dengan berbagai perlakuan ekstrak alang-alang (Imperata cylindrica).
Perlakuan
Biji ke-
Hari ke-
IKP
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Panjang kecambah (cm)
Kontrol
1
×
×
0,2
0,7
1,2
2,0
3,1
4,5
5,2
6,5
11,92
2
×
×
0,3
0,8
1,1
1,8
2,9
3,6
4,8
5,6
3
×
×
0,2
0,7
1,1
2,0
2,9
3,5
4,3
5,4
4
×
×
×
0,5
0,8
1,7
2,8
3,9
4,7
5,6
5
×
×
×
0,3
0,7
1,5
2,5
3,6
4,7
5,9
6
×
×
×
0,4
0,8
1,5
2,7
3,9
4,9
5,6
7
×
×
×
0,4
0,8
1,6
2,8
3,4
4,9
6,0
8
×
×
×
0,2
0,7
1,4
2,5
3,1
4,6
5,8
9
×
×
×
0,3
0,9
2,0
2,9
3,9
4,9
6,0
10
×
×
×
0,3
0,8
1,4
2,6
3,2
4,4
5,3
1:7
1
×
×
×
×
0,3
0,7
1,2
2,3
2,9
3,7
2,45
2
×
×
×
×
×
0,2
1,1
1,9
2,7
3,6
3
×
×
×
×
×
×
0,4
0,6
1,8
2,8
4
×
×
×
×
×
×
0,3
0,7
2,3
3,2
5
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
6
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
7
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
8
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
9
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
10
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
1:14
1
×
×
×
0,2
0,8
1,3
2,0
2,6
3,3
4,2
4,73
2
×
×
×
0,3
1,0
1,6
2,3
3,2
4,1
5,0
3
×
×
×
×
0,2
1,2
1,9
2,7
3,6
4,5
4
×
×
×
×
0,2
0,9
2,0
2,8
3,6
4,7
5
×
×
×
×
0,4
1,5
2,0
3,1
4,3
5,1
6
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
7
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
8
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
9
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
10
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
1:21
1
×
×
0,3
1,2
2,0
2,9
3,8
4,7
5,9
6,5
7
2
×
×
×
0,4
1,2
2,0
3,1
4,0
4,8
5,7
3
×
×
×
0,5
0,9
1,8
2,7
3,9
4,7
5,8
4
×
×
×
×
0,4
1,2
2,0
3,3
4,4
5,5
5
×
×
×
×
0,3
1,0
2,2
3,1
4,0
5,1
6
×
×
×
×
0,4
1,3
2,1
3,2
4,3
5,2
7
×
×
×
×
0,4
1,0
2,7
3,8
4,9
6,0
8
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
9
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
10
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×

B.       Analisis
Analisis data dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kelompok kontrol memiliki pertumbuhan kecambah yang lebih cepat dan biji dapat berkecambah seluruhnya dalam waktu yang telah ditentukan yaitu 10 hari. Pada kelompok kontrol, biji terong mulai berkecambah pada hari ke-3 sebanyak 3 biji dengan rata-rata panjang 0,23 cm. Pada hari ke-4 hingga hari ke-10, semua biji terong telah mengalami perkecambahan dengan rata-rata panjang 0,46; 0,89; 1,69; 2,77; 3,66; 4,74; 5,77 cm secara berurutan. Nilai IKP pada kelompok kontrol sebesar 11,92.
Kelompok perlakuan dengan perbandingan 1:7 sangat berpengaruh dalam perkecambahan biji terong. Biji terong hanya mampu berkecambah sebanyak 4 biji selama 10 hari. Biji terong mulai berkecambah pada hari ke-5 sebanyak 1 biji dengan panjang 0,3 cm. Pada hari ke-6 terdapat 1 biji lagi yang berkecambah dengan panjang 0,2 cm. Pada hari ke-7 hingga hari ke-10, hanya 4 biji yang dapat berkecambah denga rata-erata panjang 0,75; 1,38; 2,43; dan 3,33 cm secara berurutan. Nilaia IKP pada kelompok perlakuan 1:7 sebesar 2,45.
Pada perlakuan 1:14, biiji terong mulai berkecambah pada hari ke-4 sebanyak 2 biji denganrata-rata panjang 0,25 cm. Pada hari ke-5 perkecambahan biji terong bertambah menjadi 5 biji dengan rata-rata 0,52 cm. Pada hari ke-6 hingga hari ke-10 biji yang berkecambah tetap 5 biji dengan pertambahan rata-rata panjang sebesar 1,3; 2,04; 2,88; 3,78; 4,7 cm dengan nilai IKP sebesar 4,73.
Kelompok perlakuan 1:21 mengalami perkecambahan biji sebanyak 7 selama 10 hari. Biji mulai berkecambah pada hari ke-3 dengan rata-rata panjang 0,3 cm. Pada hari ke-4 biji yang berkecambah menjadi 3 biji dengan rata-rata panjang 0,7 cm. Selama 10 hari, biji terong mampu berkecambah sebanyak 7 biji dengan rata-rata pertambahan panjang sebesar 0,8; 1,6; 2,65; 3,71; 4,7; dan 5,68 cm. Nilai IKP pada perlakuan 1:21 sebesar 7.
C.      Pembahasan
Berdasarkan hasil dan analisis data pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa Allelopati yang berasal dari alang-alang  berpengaruh terhadap perkecambahan terong. Allelopati yang dihasilkan dari ekstrak tersebut sangat berpengaruh pada perkecambahan. Hal ini sesuai dengan Indriyanto (1999), yang menyatakan bahwa alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan.
Dari pengamatan terhadap  percobaan, diketahui bahwa bagian daun alang-alang (Imperata cylindrica) terkandung senyawa kimia yang bersifat menghambat pertumbuhan (allelopati) dari perkecambahan biji terong (Solanum melongena). Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryanto (2007), yang menyatakan bahwa sebagai allelopat, substansi kimiawi itu terkandung dalam tubuh tumbuhan, baik tanaman maupun gulma. Bertindaknya allelopat tersebut setelah tumbuhan atau bagian tumbuhan mengalami pelapukan, pembusukan, pencucian ataupun setelah dikeluarkan berupa eksudat maupun penguapan.
Pada percobaan praktikum ini, dapat dilihat bahwa allelopat dari ekstrak alang-alang berpengaruh pada perkecambahan terong. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai IKP pada masing-masing kelompok, di mana kelompok kontrol (aquades) memiliki nilai IKP yang lebih besar dari pada kelompok perlakuan 1:7, 1:14 dan 1:21 secara berurutan.
Pada objek pengamatan ini, dapat diamati pada tempat percobaan yang diberi ekstrak alang-alang dengan perbandingan 1:7 memiliki warna yang lebih pekat dari pada perbandingan 1:14, 1:21 maupun kelompok kontrol.

BAB V
PENUTUP
A.      Simpulan
-          Ekstrak allelopati alang-alang mempengaruhi perkecambahan biji terong.
-          Semakin banyak perbandingan aquades, maka semakin banyak pula biji terong yang dapat berkecambah.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Alang-alang (Online) http://kliniksawit.com/gulma-sawit/alang-alang.html.

Bima. 2010. Alelopati. Diakses melalui http://uli-adriani.blogspot.com/2010/04/zat-allelopati.html pada yanggal 20 november 2012.



Manurung, Damaru. 2011. Pengaruh Allelopati Jenis Tumbuhan Terhadap Perkecambahan. Makalah Ekologhi Tumbuhan: Universitas Negeri Medan.

Yuliani, dan Rahardjo. 2012. Panduan Praktikum Ekofisiologi. Unipress, Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar